WELCOME

SELAMAT DATANG !di blog "anggasatriawan.blogspot.com" . Budayakan berbagi !!!! Terima kasih sudah berkunjung!

Kamis, 31 Mei 2012

Sifat KHUMUL


stop riya'
Barangkali banyak umat islam yang merasa asing dengan kata “KHUMUL”. Jika kita membahas riya’, maka istilah khumul menjadi bagian yang tak terpisahkan. Khumul adalh sifat yang menandakan seseorang tidak mau terkenal, popular dan tidak ingin mahsyur. Secara singkat, khumul berarti orang yang tidak suka mencari ketenaran. Khumul sangat berkaitan dengan hati dan niat seseorang dalam melakukan suatu perbuatan. Kiranya kita patut bertanya dalam hati secara jujur, apakah selama ini kita berlaku demikian ?

Sumber : Hidayah, April 2004

Adapun riya’ bermakna memamerkan diri dengan sengaja menampakkan amal agar perbuatan baiknya diketahui kalayak ramai. Timbulnya riya’ berawal karena seseorang ingin mencari tempat di hati orang lain. Sebab itulah riya’ disebut suatu penyakit yang tertanam sebagai jaring terbesar bagi para setan. Ali Bin Abi Thalib berkata :
ada tiga tanda orang yang mempunyai sifat riya’ dalam beramal, yaitu malas mengerjakan amal kebaikan jika sendirian, rajin jika bersama orang lain dan menambah-nambah amal jika ia dipuji tetapi menguranginya jika dicela.”

Seperti kita ketahui bersama, kedudukan dan harta adalah dua factor yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan sendi dunia. Sember munculnya kemegahan adalah tersohornya nama baik dan kemahsyuran. Orang tertarik kepada harta karena hendak memiliki dan memanfaatkannya. Sedang orang yang tetarik kepda kedudukan sebab ingin dihormati, diagungkan, dan ditaati. Orang-orang yang menginginkan kemegahan nama, biasanya akan berusaha mencari jalan untuk memperbudak orang lain.

Banyak cara yang dilakukan orang untuk mencapai puncak ketenaran. Diantaranya memberikan sumbangan atau membuat acara dengan mengundang media massa agar mempublikasikannya, menjual diri dan menggadaikan kehormatannya, bahkan terkadang mengumbar ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits nabi untuk mengukuhkan posisi dirinya. Metode semacam ini sangat tidak dibenarkan dalam islam. Rasulullah Saw. Memang menganjurkan umatnya supay banyak berbuat baik, namun tidak boleh menyombongkan diri setelahnya. Kalaupun orang lain tidak menyaksikan amal dan perilaku suci kita dalam kehidupan ini, kita mesti yakin bahwa Allah Swt. Pasti melihat dan para malaikat akan mencatatnya sebagai bekal kehidupan di akhirat kelak.

Sejujurnya, bukan berarti tidak ada manfaatnya menjadi orang terkenal. Salah satu contoh, misalnya kita akan berbuat maksiat di satu tempat. Mengingat orang lain sudah mengenal diri kita, maka kita mengurungkan niat karena malu. Secara tidak langsung, berarti tidak sedikit pihak yang menyoroti tingkah laku kita dalam kehidupan sehari-hari. Beranjak dari sini pula kita mesti memahami dan  menyadari, bahwa ketenaran seseorang tidak boleh disalahgunakan oleh keluarga maupun teman-teman dekatnya.

Orang yang gemar mencari ketenaran hidupnya tidak akan abadi, karena sifat popularitas tidak akan lama bertahan. Saat itu memang dia menyimpan kebanggaan tersendiri. Sayang, namanya hanya akan disebut ketika dia masih berkuasa. Namun jika mereka telah tiada, namanya redup seiring hilangnya wewenang yang menyertainya. Bangaimana dengan para nabi, wali, dan ulama yang menjadi terkenal. Apakah mereka tercela? Sesungguhnya yang tercela adalah mencari popularitas. Sedangkan mereka tidak punya keinginan terkenal. Mereka mejadi terkenal karena kehendak Allah Swt., sebab mereka telah berjuang menyebarkan agama-Nya secara ikhlas.

Al Fudlail bin iyad berkata,  
“Jika engkau sanggup menjadi orang yang tidak terkenal, maka lakukanlah. Tidak celaka bagimu meskipun tidak terkenal. Tidak akan melarat bagimu meskipun tidak dipuji orang. Tidak akan sengsara hanya karena dihina orang, namun engkau terpuji di hadapan Allah Swt”. 
 Sebagai penutup saya mengajak saudara pembaca untuk melestarikan budaya khumul yang selama ini mungkin sudah terlupakan. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari Berbagi