Hari ini saya membaca tentang
konsultasi keluarga sakinah dari majalah Hidayatullah tahun 2005. Saya
penasaran setelah membaca judul dari tanya jawab tersebut. “Muslimah dilarang
bersepeda?”. Kalau dilihat dari tanda tanya ini merupaka pertanyaan, tapi
menurut saya ini sebuah pernyataan, yang akhirnya membacanya untuk mengetahui
lebih jelas isi dari konsultasi tersebut. Berikut isi dari konsultasi mengenai
“Muslimah dilarang Bersepeda?”. Silahkan disimak, semoga bermanfaat.
Pertanyaan :
Saya dibesarkan dalam lingkungan
keluarga muslim tradiansional yang ketat menjalankan berbagai tradisi. Salah
satu aturan yang harus saya taati adalah larangan bersepeda bagi kaum wanita
seperti saya. Akibatnya, hingga umur saya yang sudah kepala empat ini belum
bisa bersepeda, apalagi mengendarai sepeda motor atau mobil.
Kini saya mempunyai dua anak gadis.
Mereka sangat ingin belajar sepeda, tapi saya masih ragu. Saya masih percaya
kalau bersepeda itu bisa merusak keperawanan. Suami saya sering mengejek soal
ini, demikian juga anak-anak saya. Dalam berbagai pembicaraan, saya tidak bisa
beragumentasi kecuali hanya mengatakan, “Tidak Boleh”. Mohon penjelasan. Atas
bantuannya saya sampaikan jazakumullah.
Jawaban :
Memang banyak mitos yang disandarkan
pada agama. Mitos-mitos itu harus dipatuhi sebagaimana ketaatan seseorang pada
syariah. Saya mengajak ibu untuk berpikir kritis sehingga dapat memilah mana
yang mitos dan mana yang ajaran agama.
Sepeda, motor, atau mobil adalah
alat transportasi modern yang banyak memberi manfaat. Jarak yang jauh bisa
ditempuh dengan mudah dan singkat. Jika ibu menghargai waktu, maka saran itu
harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Dalam ajaran islam, menggunakan
kendaraan, apapun jenisnya, tidak cuma di perbolehkan, tetapi sangat
dianjurkan. Aturan itu tidak sebatas untuk kaum lelaki, tapi juga wanita. Tentu
saja dalam batas-batas etika syariah.
Wanita yang bberkendara harus tetap
menutup aurat (memakai jilbab). Wanita dilarang mengendarai sepeda atau sepeda
motor apabila membonceng laki-laki bukan muhrim. Demikian juga sebaliknya.
Jadi, sepanjang etika dan syariah tetap dijaga, tidak ada larangan bagi
wanita-termasuk anak-anak putri – mengendarai atau belajar bersepeda.
Alat transportasi sudah dikenal
masyarakat paling tradisional sekalipun. Alat itu dipakai untuk memindah dan
mengantar barang dan orang. Tak terkecuali wanita-wanita arab pada jaman
jahiliyah maupun sesudah islam, mereka telah memanfaatkan unta sebagai alat
transportasi.
Rasulullah Saw memuja wanita-wanita
Quraisy karena pandai mengendarai unta. “Sebaik-baiknya wanita yang mampu
mengendarai unta adalah wanita Quraisy. Karena mereka paling saying pada
anak-anaknya di waktu kecil dan paling bisa menjaga (harta) suaminya.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Tentu Rasulullah juga memuji dan
bangga jika melihat kaum wanita sekarang yang menjadi umatnya pandai
mengendarai berbagai jenis kendaraan seperti sepeda, motor, bahkan mobil. Kami
tidak mendapati satupun ayat atau hadits yang secara ekspilisit melarang wanita
belajar atau berkendara. Sebaliknya, Rasulullah memerintah kaum muslimin
agar mengajari anak-anak mereka tiga jenis olahraga, yaitu memanah, berenang,
dan berkuda.
Jika dilihat dari resikonya, tentu
berkuda jauh lebih besar kemungkinan merusak keperawanan dibandingkan dengan
sepeda biasa. Sepeda motor dan mobil bahkan jauh lebih aman dan nyaman. Jadi,
apa alasan melarang putri ibu belajar bersepeda?.
Kami malah khawatir jika putri Ibu
menjadi minder dan menarik diri dari teman-teman sebayanya sehingga menimbulkan
akibat-akibat psikis. Berilah ruang gerak yang cukup bagi putra-putri Anda
untuk bermain dan mengembangkan diri, sebab masa kecil adalah masa bermain.
Salah satu permainan yang sangat digemari anak-anak dan sangat dianjurkan
Rasulullah adalah bersepeda (kini bersepeda).
Sampai saat ini belum ada penelitian
ilmiah tentang resikp gadis remaja yang kehilangan keperawanan karena
bersepeda. Kami menganjurkan kepada mereka yang memiliki keahlian di bidang ini
untuk melakukan penelitian. Jika hasilnya ternyata resikonya sedikit atau
bersifat kasuistis belaka, maka syariat islam membolehkannya. Syariat hanya
menghukumi suatu yang umum atau yang sering terjadi saja. Jika sifatnya
kasuistik atau jarang tejadi, suatu hokum tidak bisa dijatuhkan. Artinya, hukumnya
menjadi boleh, tidak terlarang.
Sumber : Hidayatullah 2005 oleh
Ustadz Hamim Thohari
Pertanyaan saya, wanita muslimah yg bu haji sepeda apakah di perbolehkan menggunakan celana ketat dan bersolek layaknya olaragawan?? " atau tetap menggunakan baju syar'i??!
BalasHapusPertanyaan saya, wanita muslimah yg bu haji sepeda apakah di perbolehkan menggunakan celana ketat dan bersolek layaknya olaragawan?? " atau tetap menggunakan baju syar'i??!
BalasHapusPertanyaan saya, wanita muslimah yg bu haji sepeda apakah di perbolehkan menggunakan celana ketat dan bersolek layaknya olaragawan?? " atau tetap menggunakan baju syar'i??!
BalasHapusPertanyaan saya, wanita muslimah yg bu haji sepeda apakah di perbolehkan menggunakan celana ketat dan bersolek layaknya olaragawan?? " atau tetap menggunakan baju syar'i??!
BalasHapus