Tiada hal yang dapat dihindari di dunia ini selain
peristiwa kematian. Kepada setiap makhluk yang bernyawa, dimanapun, kapan dan
kepada siapa saja. Tiada kuasa dan upaya yang dapat dilakukan, selain
menerimanya dengan kesiapan yang mantap.
Sumber :
Hidayah, April 2004
Begitu banyak firman Allah menjelaskan perihal
kematian. Sebab mai merupakan rangkaian proses kehidupan.
“segala sesuatu pasti akan binasa kecuali Allah. Bagi-Nya segala penentuan, dan kepada-Nya kamu dikembalikan.” (Al-Qashas ayat 88).
Kematian adalah sesuatu yang niscaya datang. Setiap
manusia pasti mengalaminya. Jika setiap kita mau berpikir dan merenungkan
sejenak saat-saat itu, saat berpisahnya ruh dari jasad, niscaya ia akan
mempersiapkan diri sebaik mungkin, mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya guna
menyambut kematian.
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengulurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya” (Al-A’raf 34).
Tidak ada yang mampu membantunya selain amal saleh
kita. Ironisnya, sangat sedikit diantara kita yang benar-benar menyadari dan
selalu mengingat kematian tersebut. Siap ataukah tidak siap, mau ataupun tidak
mau menghadapi kematian, malaikat maut pasti datang.
Seseorang yang tidak takut menghadapi kematian
adalah orang yang mempersiapkan diri menghadapi maut. Sehingga, hanya amal
kebaikan dan perasaan rindu berjumpa dengan Tuhan-Nya saj` yang di pupuknya.
Sebaliknya, bagi orang yang takut mati, kehidupan dunia tiada lain dimaknai
sebagai kehidupan abadi baginya. Atau mungkin, ia merasa tidak siap menghadapi
kematian, lantaran tidak ada amal kebaikan yang mestinya menjadi teman kala
maut menjemput.
Banyak orang yang lari dari kematian dan berusaha membebaskan
pikirannya dari baying-bayang maut itu. Tentu hal ini adalah hal yang percuma.
Karena mati adalaha ibarat air, yang semua orang mau tidak mau pasti
meminumnya. Atau ibarat udara, semua orang pasti menghirupnya. Kini, ia sedang
dalam perjalanan menghampiri kita, dan untuk itu dia tidak pernah memperlambat
langkahnya, tidak juga mempercepatnya.
Mungkin karena peristiwa sakaratul maut yang
menakutkan itu, saat-saat manusia menghadapi datangnya ajal. Saati itu manusia
ditimpa rasa sakit yang amat sangat, saat-saat penuh cobaan dan godaan, yang
menentukan nasib manusia di alam keabadian kelak. Meninggal dalam keadaan yang
baikkah (khusnul khatimah) atau meninggal dalam keadaan yang tidak baik (su’ul
khatimah).
Sejatinya, mengingat dan merenungi saat-saat itu
saja, sebenernya sudah membuat hati bergetar. Tentu jika hati kita tajam, peka,
dan selalu peduli. Demikian hebatnya saat sakaratul maut menghadang, sehingga
Ibnu Abbas berkata
“Penderitian terakhir yang dijumpai seorang mukmin adalah sakaratul maut.”
Sebuah hadits yag diriwayatkan Imam Thabrani dan
Baihaki mengatakan
“Cukuplah kematian itu sebagai penasehat”.Dengan begitu, kita tidak perlu merasa takut, kaget, gelisah maupun sejumput perasaan berdebar hinggap di hati, kala kematian kelak menghampiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar